Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate menyatakan saat ini penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government masih terkendala dengan penerapan yang belum terintegrasi. Oleh karena itu, ia memuji upaya DPD RI dalam merumuskan payung hukum penerapan e-government di Indonesia.
“Gagasan untuk meningkatkannya di level Undang-Undang sebagai payung hukum ketentuan e-government, tentu disambut dengan baik. Rumusan payung hukum yang lebih affirmative atau lebih tinggi akan menjadikan tata kelola e-government lebih baik,” jelas Johnny dalam keterangan tertulis, Rabu (1/12/2021).
Hal ini disampaikannya dalam Rapat Kerja bersama Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI mengenai RUU SPBE yang berlangsung secara hybrid di Kantor DPD RI, Senayan, Jakarta Selatan. Ia mengatakan penerapan SPBE atau e-government masih perlu ditingkatkan lagi, khususnya perihal regulasi utama yang mengatur integrasi data untuk meminimalisir risiko keamanan informasi.
“Bila mungkin itu dilakukan, melalui RUU SPBE itu sendiri. Karena belum adanya regulasi utama SPBE, sehingga berdampak di antaranya pada sistem informasi pemerintahan yang tidak atau belum terintegrasi, validitas data yang harus diperbaiki, hingga risiko keamanan informasi,” katanya.
Johnny menegaskan upaya penerapan layanan e-government bukan hanya menjadi kewajiban instansi. Karenanya, diperlukan pengembangan tata kelola e-government yang lebih baik dan didasari pada payung regulasi yang lebih kuat.
“Dari segi anggaran pun setiap instansi negara dari waktu ke waktu perlu memperbaiki kualitas anggaran TIK dan meningkatkan utilisasi TIK itu sendiri,” ujarnya.
Johnny mengemukakan hampir setiap instansi pemerintah di Indonesia saat ini memiliki server untuk menyimpan dan mengelola data. Setiap instansi bahkan juga meminta data dan melakukan tata kelola data masing-masing, meskipun data yang diambil berasal dari pengguna layanan sejenis.
“Dari ribuan data ruang server yang ada di Indonesia terdapat sekitar 3% yang memenuhi standar global yang memanfaatkan cloud, termasuk secara khusus yang dikelola oleh Pemerintah. Banyak di antaranya masih independent server bahkan ethernet,” ujarnya.
“Dari segi pelayanan bagi masyarakat, hal ini menjadi kurang efisien. Masyarakat diminta untuk berkali-kali menyerahkan data untuk kepentingan administrasi karena perbedaan dan belum terintegrasi nya sistem electronic government,” terangnya.
Ia menilai penyelenggaraan e-government oleh banyak instansi itu juga akan menjadi pemicu kendala dalam pelaksanaan SPBE yang dimiliki masing-masing instansi.
“Banyak di Indonesia menjadi kendala. SPBE belum sepenuhnya memenuhi standar internasional. Ini mengakibatkan variasi atau perbedaan antara database instansi pemerintah yang memuat data sejenis,” ujarnya.
Pusat Data Nasional
Johnny menjelaskan kebijakan dan arah modernisasi SPBE yang terpadu dan terintegrasi secara nasional saat ini diatur melalui Perpres Nomor 95 Tahun 2018. Dalam implementasinya, hal itu dilaksanakan oleh 7 kementerian dan lembaga, yaitu Kementerian PAN RB, Kementerian PPN Bappenas, Kementerian Keuangan, BPPT, BSSN, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Kominfo sendiri, secara khusus mengambil tugas dan fungsinya sebagai Government Chief Technology Officer yang diatur di dalam Perpres SPBE. Kominfo mempunyai tugas dan fungsi pada pengembangan Pusat Data Nasional (Government Cloud), pelaksanaan interoperabilitas SPBE dan integrasi jaringan intranet pemerintah di bawah koordinasi Kementerian PAN RB. Ini semuanya tentu dalam rangka kemudahan pelayanan dan efisiensi,” paparnya.