Layanan digital pemerintah yang efisien, transparan, dan mudah diakses dapat membantu Indonesia meningkatkan kualitas layanan publik. Salah satu keuntungannya masyarakat tidak perlu lagi fotokopi KTP.
Pemerintah membutuhkan investasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara signifikan untuk mempercepat platform One Data Indonesia dan transformasi digital pada lebih banyak layanan publik.
Menurut laporan Kearney ‘Transforming Indonesia’s e-government landscape’, pembelanjaan pemerintah Indonesia untuk TIK hanya Rp 21 triliun pada 2020 dan diperkirakan hanya Rp 46 triliun pada 2030 atau setara dengan 0,13% dari PDB. Nilai itu disebut masih rendah dibanding negara-negara lain.
“Jumlah investasi Indonesia di bidang TIK jauh lebih rendah dari rata-rata investasi 0,5% dari PDB di negara-negara benchmark yang telah berhasil mentransformasi sektor pemerintahannya,” kata Partner di Kearney, Tomoo Sato dalam keterangan tertulis, Kamis (25/8/2022).
Dengan adanya satu data, pelayanan layanan yang menyangkut pemerintahan akan serba digital. Salah satu keuntungannya, masyarakat tak perlu lagi fotkopi KTP jika mau mengurus surat yang berkaitan dengan instansi pemerintahan.
Mengingat anggaran pemerintah yang terbatas, pemerintah Indonesia disarankan menggunakan opsi pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur cloud pemerintah yang terpusat, menciptakan ekosistem digital yang kuat, dan membantu pemerintah memungkinkan berbagi data antar kementerian.
“Pendekatan inovatif seperti bermitra dengan perusahaan swasta akan menjadi salah satu cara untuk mendukung pengembangan infrastruktur TI. Indonesia juga dapat menginisiasi kerja sama dengan organisasi internasional yang memiliki tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan nasional,” ujar Konsultan di Kearney, Alvin Suardana.
Dia mencontohkan di daerah Otonomi Guangxi Zhuang, salah satu provinsi termiskin China di Barat Daya, memperoleh bantuan dari Bank Dunia pada 2018 untuk membiayai platform bertenaga big data untuk memantau dan mengevaluasi kesejahteraan warga.
Pemerintah Guangdong bermitra dengan perusahaan teknologi dan perusahaan telekomunikasi Tencent, China Mobile, dan China Unicom untuk memberikan 800 layanan e-government melalui aplikasi mini.
“Menyiapkan komite khusus e-government sangat penting untuk mengamankan pendanaan TIK yang signifikan, memfasilitasi kolaborasi lintas kementerian, dan memastikan layanan e-government dapat ditegakkan,” tuturnya.
Selain itu, Korea menciptakan Biro Pemerintah Digital di bawah Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan untuk mengelola berbagai data publik sambil memastikan desain dan pengiriman layanan digital.
Pembentukan unit e-government dengan perwakilan lintas kementerian juga penting untuk mengelola urusan e-government. Misalnya, Singapura menciptakan dua lembaga khusus untuk mengelola pemerintahan digital yakni Smart Nation and Digital Government Office (SNDGO) untuk perencanaan dan koordinasi, dan GovTech untuk implementasi e-government.
“Di Indonesia, komite pemerintah yang berdedikasi harus didukung oleh pejabat tinggi di bawah presiden dan bertindak sebagai pejabat eksekutif untuk memastikan bahwa semua kementerian dapat mengelola layanan pemerintah digital. Selanjutnya, komite khusus harus diikuti oleh kebijakan yang relevan seperti keamanan siber, perlindungan data, dan tanda tangan digital,” jelas Presiden Direktur dan Partner di Kearney, Shirley Santoso.